Nama : Pembukaan

Kata yang paling sering saya tulis saat ini adalah nama saya sendiri. Untuk mendaftar apa saja, dari mulai daftar kerja, ujian, beli tiket, bahkan hanya untuk menebus karcis nonton. Saya sering memandang nama saya sendiri, dan kadang-kadang terbesit pikiran, “Bagaimana kalau nama saya bukan seperti yang saya miliki saat ini?”

Ada kalanya guru SD sering memanggil nama siswa untuk menjawab pertanyaan secara acak sesuai buku absen, lebih sering lagi memanggil nama siswa dari urutan terbawah.  Dengan huruf alfabet ke-10 dari terakhir, saya cenderung dipanggil lebih cepat. Atau, saat Ujian Nasional menggunakan lembaran komputer. Nama dengan tiga kata membuat saya cenderung mengisi lembaran informasi lebih lama.

Nama depan saya sangat kental dengan nuansa Jawa. Dengan arti “Pembukaan” atau “Awal”, saya sering mendengar nama saya dinyanyikan di lagu gending Jawa untuk mengawali pementasan kesenian atau wayang. Namun demikian, tidak jarang para guru yang kebetulan orang Jawa akan cenderung menambahkan embel-embel terakhir untuk melengkapi nama saya. “Sih” atau “Rum” menjadi imbuhan akhir yang umumnya dipakai.

Nama tengah saya adalah nama yang paling umum digunakan di Indonesia, Putri. Oleh karena itu, pasti ada saja teman satu kelas atau satu sekolah yang bernama sama. Tidak jarang, saya sering mendapatkan label panggilan lain untuk membedakan ‘Putri’ satu dan yang lain.

Dulu saat masih kecil, saya sering menggunakan nama-nama yang sulit sebagai alias. Terdengar lebih keren rasanya.

Tetapi saat menginjak usia remaja, saya sangat bersyukur memiliki nama yang panjang, umum diketahui namun dengan nama depan yang unik. Keunikan nama depan saya menjadi sumber pengukuhan sebagai orang Indonesia keturunan Jawa. Muka rasa Asia Timur yang saya kadang membuat orang ragu kewarganegaraan saya, sampai akhirnya mereka membaca nama saya.

Tiga kata pada nama saya memberikan kemudahan saya dalam mengisi segala lembar formulir. Secara internasional, nama umumnya dibagi menjadi tiga kolom, First, Middle dan Family. Saya tidak mengalami kesulitan atau kebingungan saat mengisi tiga kolom tersebut. Semua data saya memiliki nama yang sama. Saya tidak perlu lagi menggunakan lembar endorsement (pengesahan) pada paspor karena menambahkan nama ayah untuk melengkapi data. Semua menjadi lebih mudah.

Nama yang umum diketahui juga menjadi keuntungan tersendiri. Lebih mudah diingat oleh para kolega kerja misalnya. Nama tengah saya juga dapat diterjemahkan ke berbagai bahasa untuk mempermudah teman-teman non-Indonesia mengingat nama saya. Putri dalam bahasa Inggris dapat diartikan menjadi “Princess or Woman” atau mungkin “Ojo-sama” atau “Josei” dalam bahasa Jepang. Memberikan arti nama ini membuat mereka lebih mudah mengingat nama Indonesia yang cenderung sulit.

Saat saya berada di Jepang, saya diwajibkan mengisi lembaran formulir berbahasa Jepang untuk dapat membeli tiket museum. Mereka hanya meminta nama terakhir dan alamat email. Dan saya lagi-lagi bersyukur, nama terakhir saya juga mudah untuk ditulis Katakana karena terdiri dari kata dasar u-ta-mi.

Untuk itu, saya berterima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya, Mbah Kakung, Mbah Putri dan Nyai yang sudah memberikan nama yang terbaik untuk saya.

Jika William Shakespeare  berkata, What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.

Maka saya akan mengatakan,

“Nama adalah doa pertama yang diucapkan orang tua atas kelahiran kita.”