# SAIA : captured my experience
Thanks to my genius big brother that willing to accompany me watched this Monologue (red. meskipun kita duduk terpisah karena dia lagi pedekate sama cewe). But overall, I am really satisfied by sitting on the perfect view of the stage (14/01/2014)
As I admitted on my Book-Blog, I really love Djenar Maesa Ayu. As a woman writer, as an unique personality, and as a genius interpreter. Terlepas dari unsur-unsur ‘nyeleneh’ yang selalu hadir dalam setiap karyanya.
Dimulai dari pukul 20.00 (telat beberapa menit), layar dibuka, dimulai dengan cuplikan film ‘Mereka Bilang Saya Monyet!’. Kemudian Kartika Jahja mulai bernyanyi diiringi akustik Aksan Sjuman. Call me geek, but this is the first time I hear a professional singer sing and a live band (the real one). Dilanjutkan dengan Monolog yang dibacakan oleh Kartika Jahja dan Ine Febrianti.
Who can’t stand Dewi ‘Dee’ Lestari performance? NONE! Menyanyikan lagu “Firasat”, rasanya pengen terjun maju ke atas panggung trus nari-nari balet srimpi. Bonita and The Husband juga turut memeriahkan suasana, I mean it, even I do standing applause. Her voice is so great man!
Anda Perdana dengan gitar akustiknya dan suaranya yang khas. Imada dengan suaranya yang benar-benar unik dan mirip sama vokalis band-agak-telat-eksis tapi masih kekeuh rekaman sampai saat ini (red. matur nuhun).
Suasana mulai sedikit rileks ketika Mbah Tejo masuk sambil setengah ‘nembang’ setengah ‘nge-rap’ bersama Iwa K. Sambil melontarkan komentar-komentarnya yang mencubit, kita terbawa suasana tertawa. Lalu Oppie Andaresta muncul dengan membawakan lagu tentang Nenek Seksi.
Oh ya, Sutardji Calzoum Bachri juga hadir menyanyikan lagu Summer bla bla (red. I am bad to remind something) dan menyanyikan Aku-nya Chairil Anwar. Awalnya saya berharap beliau akan membacakan puisinya seperti biasanya, tetapi hal yang tidak biasa ini juga menyenangkan.
After party, sang Sutradara (Agus Noor) muncul bersama dengan Djenar Maesa Ayu. Konsep acara SAIA ini memang benar-benar dibuat sesantai mungkin sepertinya. Dinamis dan tidak melulu kita harus mendengarkan monolog atau orang yang bermain teater. Meskipun awalnya saya berharap SAIA adalah pentas teater dari film SAIA yang kontroversial itu. Tetapi monolog disertai dengan karya-karya epic dari para pendukung acara ini menghidupkan suasana.